Demikian yang
telah kami dengar : Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di
Savatthi, di Pubbarama milik Migaramata. Pada waktu itu Vasettha dan
Bharadvaja sedang menjalani latihan kebhikkhuan di antara para Bhikkhu,
berkeinginan untuk menjadi bhikkhu. Kemudian pada malam hari itu,
setelah bangkit dari samadhi-Nya, Sang Bhagava keluar dari kamar (kuti)
dan berjalan ke sana ke mari (cankammana) di alam terbuka di sebelah
kamar.
Hal ini dilihat oleh Vasettha dan menceritakannya kepada Bharadvaja,
yang selanjutnya ia berkata : "Sahabat Bharadvaja, marilah kita pergi
menemui Sang Bhagava; mudah-mudahan kita beruntung dapat mendengar
uraian Dhamma dari Sang Bhagava."
"Baiklah, sahabat," jawab Bharadvaja menyetujui. Maka Vasettha dan
Bharadvaja pergi menemui Sang Bhagava. Setelah dekat, mereka menghormat
Beliau dan berjalan mengikuti di belakang Bhagava yang sedang berjalan
ke sana ke mari (cankammana).
Kemudian sang Bhagava berkata kepada Vasettha: "Vasettha, engkau
berasal dari keturunan dan keluarga brahmana, telah meninggalkan
kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup tanpa rumah (anagarika)
sebagai pertapa (pabbaja). Apakah para brahmana tidak mencela dan
menghinamu ?"
"Ya, demikianlah, Bhante; para brahmana menghina dan mencela kami dengan
bermacam-macam makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan."
"Bhante, para brahmana itu berkata demikian: 'Kasta brahmana adalah yang paling baik' "
"Tetapi dalam hal ini, Vasettha, dengan kata-kata apa para brahmana itu mencela dan menghinamu ?"
"Bhante, para brahmana itu berkata demikian: Hanya kaum brahmana yang
mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan
rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah
gelap. Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan
mereka yang lain daripada kaum brahmana. Hanya kaum brahmana yang
merupakan anak dari Brahma, lahir dari mulut brahma, keturunan brahma,
diciptakan oleh brahma, pewaris Brahma. Sedangkan mengenai dirimu,
engkau telah meninggalkan derajad yang terbaik, beralih ke golongan
rendah, yaitu pertapa gundul, badut yang kasar, mereka yang berkulit
gelap, keturunan yang lahir dari kaki Brahma. Keadaan seperti itu tidak
baik, keadaan seperti itu tidak pantas. Dalam hal ini, bahwasanya engkau
yang telah meninggalkan kasta terhormat, harus bergaul, berkumpul
dengan kasta rendah, yaitu: dengan kaum pertapa gundul, pertapa palsu,
mereka yang berkulit gelap, kaum rendah, yang lahir dari kaki Brahma -
warga kami. Dengan kata-kata seperti itu, Bhante, para brahmana itu
mencela dan menghina kami dengan makian, ejekan serta kata-kata kasar
yang tidak sopan."
"Vasettha, sesungguhnya para brahmana itu telah melupakan masa lampau
apabila mereka berkata seperti itu. Sebaliknya, para brahmani, istri
para brahmana itu dikenal subur, kelihatan hamil, melahirkan dan merawat
anak-anak. Dan masih juga para brahmana yang lahir dari kandungan itu
sendiri yang berkata bahwa : Hanya kaum brahmana yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah. Hanya
kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap, Hanya kaum
brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain
daripada kaum brahmana. Hanya kaum brahmana yang merupakan anak asli
dari Brahma, lahir dari mulut Brahma, keturunan Brahma, diciptakan oleh
Brahma, pewaris Brahma. Dengan cara ini mereka telah membuat tiruan
terhadap sifat Brahma (abbhacikkhanti brahmanan). Apa yang mereka
katakan itu bohong, dan sungguh besar akibat buruk yang akan mereka
peroleh."
Vasettha, terdapat empat kasta : khattiya, brahmana, vessa dan sudda.
Di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang membunuh, mencuri,
berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah,
kejam dan menganut pandangan-pandangan keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat buruk dan yang
dipandang demikian, yang tercela dan yang dipandang demikian, yang tidak
layak dilakukan dan yang dipandang demikian, yang tidak patut dilakukan
oleh orang yang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat
celaka dan yang berakibat mencelakakan, yang tidak dianjurkan oleh para
bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya. Dan begitu pula
kita dapat mengatakan hal yang lama kepada kasta brahmana, vessa dan
sudda.
Juga di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang menahan diri
dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara
kasar, omong kosong serakah, kejam atau menganut pandangan-pandangan
keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat baik dan yang
dipandang demikian, yang terpuji dan yang dipandang demikian, yang layak
dilakukan dan yang dipandang demikian, yang patut dilakukan oleh orang
terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat yang bermanfaat dan
yang mempunyai akibat yang bermanfaat, yang dianjurkan oleh para
bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang kasta khattiya. Dan begitu
pula kita dapat mengatakan hal yang sama kepada kasta brahmana, vessa
dan sudda.
Vasettha, sekarang kita tahu bahwa sifat-sifat yang baik atau buruk,
tercela atau terpuji oleh para bijaksana, adalah dimiliki oleh keempat
kasta tersebut; dan para bijaksana tidak mengakui pernyataan-pernyataan
yang dikemukakan oleh para brahmana seperti tersebut di atas. Mengapa
demikian ? Karena, Vasettha, siapapun dari keempat kasta ini menjadi
seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin
(jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (katakaraniyo),
telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan
(anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran, telah terbebas
karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang
dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma)
dan tidak atas dasar yang bukan kebenaran (adhamma). Sesungguhnya,
Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam
kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Vasettha, berikut ini adalah sebuah contoh untuk mengerti mengapa
Dhamma (Kebenaran) itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam
kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang :
Raja Pasenadi Kosala menyadari bahwa Samana Gotama telah meninggalkan
keturunan Sakya, sedangkan Suku Sakya berada di bawah kekuasaan Raja
Pasenadi Kosala. Suku Sakya memuja dan menghormatinya, mereka bangkit
dari tempat duduk, beranjali dan melayaninya. Sekarang, Vasettha; sama
seperti Suku Sakya yang melayani Raja Pasenadi Kosala dengan hormat,
demikian pula caranya Raja Pasenadi Kosala melayani Sang Tathagata.
Karena Raja Pasenadi Kosala berpikir : Bukankah Samana Gotama sempurna
kelahirannya (Sujato), sedangkan kelahiranku tidak sempurna ? Samana
Gotama itu perkasa, sedangkan aku lemah. Samana Gotama itu sangat
mengagumkan, sedangkan aku tidak. Samana Gotama itu memiliki pengaruh
yang besar, sedangkan aku hanya memiliki pengaruh yang kecil saja.
Demikianlah, karena Raja Pasenadi Kosala menghormati Dhamma, menghargai
Dhamma, mengindahkan Dhamma, sujud pada Dhamma, menganggap suci Dhamma,
maka ia memberikan hormat dan sujud pada Sang Tathagata, bangkit dari
tempat duduk, beranjali dan melayani Beliau dengan hormat. Dengan contoh
ini engkau dapat mengerti betapa Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat
manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang
akan datang.
Vasettha, engkau semua yang berbeda keturunan, nama, suku dan
keluarga; telah meninggalkan kehidupan rumah tangga; mungkin akan
ditanya: Siapakah engkau ? Maka engkau harus menjawab: Kita adalah para
pertapa yang mengikuti Samana putra Sakya.
Vasettha, dia yang teguh keyakinannya kepada Sang Tathagata, berakar,
mantap dan kokoh, suatu keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi oleh
para pertapa dan brahmana, maupun oleh para dewa, mara dan Brahma atau
siapa pun saja dalam dunia ini, ia dapat berkata: Aku adalah anak Sang
Bhagava, lahir dari mulut Sang Bhagava, lahir dari Dhamma (Dhammajo),
diciptakan oleh Dhamma (dhammanimmitta), pewaris Dhamma (dhammadayako).
Mengaga demikian ? Karena, Vasettha, nama-nama berikut ini adalah sesuai
untuk Sang Tathagata: Dhammakayo (Tubuh Dhamma), Brahmakayo (Tubuh
Brahma), Dhammabhuto (perwujudan Dhamma), Brahmabhuto (Perwujudan
Brahma).
Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa
yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan bilamana hal ini terjadi,
umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abbassara (Alam Cahaya); di
sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran,
memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam
kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Vasettha, terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang
suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali.
Dan ketika hal ini terjadi, mahlukmahluk yang mati di Abhassara (Alam
Cahaya), biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup
dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang
bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka
hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada
matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun
konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada,
bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim
belum ada; laki-laki maupun wanita belum ada. Mahlukmahluk hanya
dikenal sebagai mahluk-mahluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi
mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul ke luar dari dalam
air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak
yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki
warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni,
demikianlah warnanya tanah itu; sama seperti madu tawon murni,
demikianlah manisnya tanah itu.
Kemudian, Vasettha, di antara mahluk mahluk yang memiliki pembawaan
sifat serakah (lolajatiko) berkata: O apakah ini? dan mencicipi sari
tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh
sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Dan mahluk-mahluk
lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan
jari jarinya. Dengan mencicipinya, maka mereka diliputi oleh sari itu,
dan nafsu keinginan masuk ke dalam diri mereka. Maka mahluk-mahluk itu
mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut
dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh
mahluk-mahluk itu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka,
maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak.
Demikian pula dengan siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan,
musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh
itu bumi terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah,
memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang
lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh
mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh.
Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk
memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka
yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki
bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka,
mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan
keindahannya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah
itupun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul
bersama-sama dan meratapinya: "Sayang, lezatnya! Sayang lezatnya!"
Demikian pula sekarang ini, apabila orang menikmati rasa enak, ia akan
berkata: "Oh lezatnya! Oh lezatnya!; yang sesungguhnya apa yang mereka
ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan masa lampau, tanpa mereka
mengetahui makna dari kata-kata itu.
Kemudian, Vasettha, ketika sari tanah lenyap bagi mahluk mahluk itu,
muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (Bhumipappatiko). Cara tumbuhnya
adalah seperti tumbuhnya cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan
rasa; lama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya
tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya
tumbuhan itu. Kemudian mahlukmahluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan
yang muncul dari tanah tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan,
hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini
berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas
takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka berkembang
menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih
jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena
keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang
rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir: Kita
lebih indah daripada mereka; mereka lebih buruk daripada kita. Sementara
mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan
congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap.
Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul dan cara tumbuhnya
adalah seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa; sama
seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu;
lama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
Kemudian, Vasettha, mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuhan menjalar
tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan
tumbuhan menjalar tersebut, dan hal itu berlangsung demikian dalam masa
yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan
itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh
mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak
buruk. Dan karena keadaan ini; maka mereka yang memiliki bentuk tubuh
indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan
berpikir : Kita lebih indah daripada mereka; mereka lebih buruk daripada
kita. Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi
sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap. Dengan
lenyapnya tumbuhan menjalar itu, mereka berkumpul bersama-sama
meratapinya : "Kasihanilah kita, milik kita hilang! Demikian pula
sekarang ini, bilamana orang-orang ditanya apa yang menyusahkannya,
mereka menjawab : "Kasihanilah kita! Apa yang kita miliki telah hilang;
yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan
pada masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada kata-kata itu."
Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap bagi mahluk-mahluk
itu, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak dalam alam terbuka
(akattha-pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang
bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk
makan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh den masak
kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya
untuk makan siang; maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan
masak kembali; demikian terus-menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak) dari
alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi
tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh
mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak
lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan
bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian
wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun
sangat memperhatikan tentang keadaan wanita. Karena mereka saling
memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah
nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya
nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna).
Vasettha, ketika mahluk-mahluk lain melihat mereka melakukan hubungan
kelamin, maka sebagian melempari dengan pasir, sebagian melempari dengan
abu, sebagian melempari dengan kotoran sapi, dengan berteriak: "Kurang
ajar! Kurang ajar!Bagaimana seseorang dapat berbuat demikian kepada
orang lain?" Demikian pula sekarang ini, apabila seorang laki-laki dari
tempat lain menjemput mempelai wanita dan membawanya pergi, orang-orang
akan melempari mereka dengan pasir, abu atau kotoran sapi; yang
sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu hanyalah mengikuti
bentukbentuk masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada perbuatan
itu.
Vasettha, apa yang pada waktu itu dipandang tidak sopan (adhamma
sammata), sekarang dipandang sopan (dhamma-sammata). Pada waktu itu,
mahluk-mahluk yang melakukan hubungan kelamin tidak diijinkan memasuki
desa atau kota selama satu bulan penuh atau dua bulan. Dan pada waktu
itu, oleh karena mahluk cepat sekali mencela perbuatan yang tidak sopan
tersebut maka mereka mulai membuat rumah-rumah hanya untuk
menyembunyikan perbuatan tidak sopan itu.
Vasettha, kemudian timbullah pikiran semacam ini dalam diri sebagian
mahluk yang berwatak pemalas: "Mengapa aku harus melelahkan diriku
dengan mengambil padi pada sore hari untuk makan malam, dan mengambil
padi pada pagi hari untuk makan siang ? Bukankah sebaiknya aku mengambil
padi yang cukup untuk makan malam dan makan siang sekaligus ?" Maka,
setelah pergi, ia mengumpulkan padi yang cukup untuk dua kali makan.
Ketika mahluk-mahluk lain datang kepadanya dan berkata : "Sahabat yang
baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi" ia berkata : Tidak perlu,
sahabat yang baik; aku telah mengambil padi untuk makan malam dan
siang." Selanjutnya sebagian mahluk lain datang dan berkata kepadanya :
"Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi"; ia berkata:
"Tidak perlu, sahabat yang baik, aku telah mengambil padi untuk dua
hari." Demikianlah, dalam cara yang sama mereka menyimpan padi yang
cukup untuk empat hari dan selanjutnya untuk delapan hari.
Vasettha, sejak itu mahluk-mahluk tersebut mulai makan padi yang
disimpan. Dedak mulai menutupi butir-butir padi yang dan butir-butir
padi dibungkus sekam. Padi yang telah dituai atau potongan-potongan
batangnya tidak tumbuh kembali, sehingga terjadi masa menunggu. Dan
batang-batang padi mulai tumbuh serumpun.
Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap
dengan berkata : "Kebiasaan buruk telah muncul di kalangan kita. Dahulu
kita hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki
tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa dan hidup dalam
kemegahan. Kita hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, muncullah bagi
kita sari tanah dari dalam air, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita
mulai membuat sari tanah itu menjadi gumpalan dan menikmatinya. Setelah
kita berbuat demikian, maka cahaya tubuh kita lenyap. Ketika cahaya
tersebut lenyap, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan
konstelasi-konstelasi mulai nampak; siang dan malam, bulan dan
pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun nampak. Kita
menikmati sari tanah tersebut, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini
berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan
buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita,
lalu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko), yang
memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmatinya, memakannya, hidup
dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama
sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan
menjadi umum di kalangan kita, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu
lenyap. Ketika tumbuhan yang muncul dari tanah itu telah lenyap, lalu
muncullah tumbuhan menjalar, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita
mulai menikmatinya, memakannya dan hidup dengannya, dan hal ini
berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan
buruk dan kebiasaankebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita,
maka tumbuhan menjalar itu lenyap. Ketika tumbuhan menjalar telah
lenyap, lalu muncullah padi yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan
sekam; harum dengan butir-butir yang bersih. Bilamana setiap malam kita
memetik dan mengambilnya untuk makan siang, maka pada sore hari padi
tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus-menerus padi itu
muncul. Kita menikmati padi ini, memakannya, hidup dengannya; dan hal
ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak
kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di
kalangan kita, maka dedak telah menutupi butir padi yang bersih dan
sekam juga telah membungkus butir-butir padi tersebut. Dan bilamana kita
telah memetiknya, padi itu tidak langsung tumbuh kembali, sehingga
terjadilah masa menunggu, dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun.
Karena itu, sekarang ini marilah kita membagi ladang-ladang padi dengan
membuat batas-batasnya."
Demikianlah mereka membagi ladang-ladang padi dan membuat batas di sekeliling ladang bagian mereka masing-masing.
Kemudian, Vasettha, sebagian mahluk yang memiliki pembawaan sifat
serakah (lolajatiko), yang sedang menjaga ladang bagiannya sendiri, lalu
mencuri padi dari ladang orang lain dan memakannya. Mereka menangkap
dan memegangnya erat-erat, dan berkata : "Sahabat yang baik,
sesungguhnya engkau dalam hal ini telah berbuat jahat. Sewaktu sedang
menjaga ladangmu sendiri, kau telah mencuri milik orang lain dan
memakannya. Perhatikanlah baik-baik, jangan berbuat demikian lagi."
Untuk kedua kalinya ia berbuat demikian dan juga untuk ketiga kalinya.
Dan kembali mereka menangkapnya dan menasehatinya : Sebagian dari mereka
memukulnya dengan tangan, sebagian melemparinya dengan bongkahan tanah
dan sebagian memukulnya dengan tongkat.
Vasettha, demikianlah awal munculnya perbuatan mencuri; dan pemeriksaan, kebohongan dan hukuman pun menjadi dikenal.
Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap
dengan berkata : "Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan
kita, pencurian, pemeriksaan, kebohongan dan hukuman menjadi dikenal.
Sebaiknya kita memilih salah seseorang di antara kita untuk mengadili
mereka yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, dan
mengucilkan mereka yang harus dikucilkan. Dan untuk membalas jasanya,
kita akan memberikan sebagian padi kita kepadanya."
Vasettha, kemudian mereka memilih salah seorang di antara mereka yang
paling rupawan, paling disukai, paling menyenangkan, paling pandai,
dengan berkata kepadanya: "Sahabat yang baik sebaiknya engkau mengadili
orang yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa,
mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan kita akan memberikan
sebagian padi milik kita kepadamu."
Ia menyetujuinya dan berbuat demikian, dan mereka memberikan sebagian padi milik mereka kepadanya.
Vasettha, dipilih oleh banyak orang adalah apa yang dimaksud dengan
Maha Sammata; maka Maha Sammata (Pilihan Agung) merupakan ungkapan
pertama yang muncul (bagi seorang yang dipilih oleh banyak orang).
Penguasa ladang adalah apa yang dimaksud dengan Khattiya; maka Khattiya
merupakan ungkapan kedua yang muncul. Ia membuat senang orang lain
dengan Dhamma, (dengan melaksanakan prinsip kebenaran) adalah apa yang
dimaksud dengan Raja; maka Raja merupakan ungkapan ketiga yang muncul.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat Khattiya ini,
yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal
mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari
orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tidak
diingini; dan hal itu terjadi sesuai dergan Dhamma (apa yang seharusnya
demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan-dhamma (adhamma).
Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia,
baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan
datang.
Vasettha, kemudian hal seperti berikut ini muncul pada diri
orang-orang itu : "Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan
kita, sehingga pencurian, pemerkosaan, kebohongan, hukuman dan
pengucilan menjadi dikenal. Sekarang marilah kita menyingkirkan semua
perbuatan jahat dan kebiasaan tidak sopan." Dan mereka melakukannya.
Vasettha, mereka yang menyingkirkan (bahenti) perbuatan-perbuatan
jahat dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan adalah apa yang disebut dengan
kata "brahmana"; demikianlah 'brahmana' merupakan ungkapan permulaan
bagi mereka yang berbuat demikian. Mereka membuat pondokpondok dari
daun (pannakuti) di hutan, dan bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa
perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang; mereka
mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam dan pada pagi hari
untuk makan siang; mereka mencari makanan dengan memasuki desa, kampung
dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembah lagi ke pondok
mereka dan bersamadhi.
Ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata: "Orang-orang ini,
setelah membuat pondok-pondok dari daun di hutan, lalu bersamadhi di
situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu
dan lumpang; mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan
malam, dan mengumpulkan makanan pada pagi hari untuk makan siang; mereka
mencari makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah
memperoleh makanan mereka kembali ke pondok-pondok mereka dan
bersamadhi.
Vasettha, mereka yang bersamadhi (jhayanti) inilah yang dimaksud
dengan Jhayaka atau pelaksana samadhi; demikianlah kata jhayaka
merupakan ungkapan kedua yang muncul.
Vasettha, karena sebagian di antara mereka tidak tahan bersamadhi di
pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di
pinggir-pinggir desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan di sana
mereka menulis buku (ganthe karonta). Dan ketika orang-orang melihat hal
ini, mereka berkata: "Orang-orang ini, karena tidak tahan bersamadhi di
pondok-pondok daun hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir
desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan di sana mereka menulis
buku. Mereka tidak bersamadhi (ajhayaka).
Vasettha, mereka yang tidak bersamadhi inilah yang dimaksud dengan
"Ajhayaka"; demikianlah kata ajhayaka merupakan ungkapan-ungkapan ketiga
yang timbul. Pada waktu itu mereka dipandang yang paling rendah, tetapi
sekarang mereka menganggap diri merekalah yang paling tinggi.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat brahmana ini,
dikenal menurut pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka
adalah dari kalangan orang-orang itu juga bukan dari orang-orang lain;
dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini, dan hal itu
terjadi sesuai dengan Dhamma (apa yang seharusnya memang demikian),
bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya,
Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam
kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Selanjutnya, Vasettha, terdapat juga sebagian orang lain yang menempuh
hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan. Mereka yang
menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan
(vissa) inilah yang dimaksud dengan 'Vessa' (Kaum Pedagang). Demikianlah
kata Vessa ini dipergunakan sebagai ungkapan bagi orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat vessa ini,
yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal
mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari
orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, bukan tidak diingini;
dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya demikian),
bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya,
Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam
kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Selanjutnya Vasettha, selebihnya dari orang-orang ini melakukan
pekerjaan berburu. Mereka yang hidup dari hasil berburu dan perbuatan
atau pekerjaan lain semacamnya inilah yang dimaksudkan dengan 'Sudda'.
Demikianlah kata 'sudda''; ini dipergunakan sebagai ungkapan dari
orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat sudda ini,
yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal
mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari
orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak
diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya
demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma).
Sesungguhnya, Vasettha dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia,
baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan
datang.
Selanjutnya Vasettha pada suatu waktu, ketika terdapat beberapa orang
khattiya memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan
kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah
tangga, dengan berkata: "Aku ingin menjadi pertapa."
Juga terdapat beberapa orang brahmana yang memandang rendah cara
hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan bermah tangga dan
menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata:
"Aku ingin menjadi pertapa."
Juga, terdapat beberapa orang vessa yang memandang rendah cara
hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan
menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata : "Aku
ingin menjadi seorang pertapa."
Juga, terdapat beberapa orang sudda yang memandang rendah hidupnya
sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh hidup
tak berumah tangga, dengan berkata : "Aku ingin menjadi seorang
pertapa."
Vasettha, dari empat kelompok masyarakat ini muncullah kelompol
pertapa. Asal-usul mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan
bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan
tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma (apa yang
seharusnya demikian), dan bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma
(adhamma). Sesungguhnya, Vasettha dhamma itu amat bermanfaat bagi umat
manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang
akan datang.
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan jahat dalam
perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan
salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan
perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati,
mereka terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara
(duggati), alam siksaan (vinipata), dan alam neraka (niraya).
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan jahat dalam perbutan,
perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah ; maka
sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu,
pada saat kehancuran tubuhnya, mereka terlahir kembali dalam alam celaka
(apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), alam neraka
(niraya).
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan,
perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka
sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu,
pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir
kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan
(vinipata), alam neraka (niraya).
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan salah dalam perbuatan,
perkataan dan pikiran; menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai
akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu, pada
saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali
dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan
(vinipata), alam neraka (niraya).
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan bajik dalam
perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan
benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan
perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati,
mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia (suggati), alam surga
(sagga).
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan,
perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka
sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu,
pada saat kehancuran tubuhnya. Setelah mati, mereka akan terlahir
kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan,
perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka
sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu,
pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir
kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan,
perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka
sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu,
pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir
kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari),
baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut
pandangan campuran (vimissaditthiko); maka sebagai akibat dari
pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat
kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam
bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang brahmana yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari),
baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran ; yang menganut
pandangan campuran (vimissaditthiko); maka sebagai akibat dari
pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat
kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam
bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang vessa yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik
dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut
pandangan campuran (vimmissaditthiko); maka sebagai akibat dari
pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat
kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia terlahir kembali dalam alam
bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang sudda yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari ) baik
dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut
pandangan-pandangan campuran; maka sebagai akibat dari
pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat
kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam
bahagia maupun alam sengsara.
Vasettha, seorang khattiya yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan
pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai
penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari
noda-noda batin (parinibbanena-parinibbati) dalam kehidupan sekarang
ini.
Juga, seorang brahmana yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan
pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai
penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai
pemusnahan total dari nodanoda batin atau parinibbana dalam kehidupan
sekarang ini juga.
Juga, seorang vessa yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran
terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai
penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai
pemusnahan total dari nodanoda batin atau parinibbana dalam kehidupan
sekarang ini juga.
Juga, seorang sudda yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran
terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai
penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai
pemusnahan total dari noda-noda batin atau parinibbana dalam kehidupan
sekarang ini juga.
Vasettha, siapapun dari keempat kelompok masyarakat ini menjadi
seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin
(jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (kata karaniyo),
telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan
(anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran
(parikakkhinabhavasannajano), telah terbebas karena memiliki pengetahuan
(sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara
mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan
dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat
bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam
kehidupan yang akan datang.
Vasettha, syair ini telah diucapkan oleh Sanam Kumara, salah seorang dari para dewa Brahma :
"Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini,
Yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Vasettha, syair ini telah diucapkan dengan baik dan bukannya diucapkan
dengan tidak baik oleh Brahma Sanam Kumara, kata-kata yang baik bukan
kata-kata yang buruk; penuh arti dan bukan kosong dari arti. Vasettha
begitu pula aku menyatakan :
"Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini
Yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Demikianlah sabda Sang Bhagava. Vasettha dan Bharadvaja merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.
(Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya, Oleh :
Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha, Penerbit : Badan Penerbit Ariya
Surya Chandra, 1991)